Wednesday, December 11, 2013

Osteoporosis - Apakah Itu?


Anda tentu sudah pernah mendengar kata osteoporosis atau yang sering disebut sebagai tulang keropos. Akan tetapi, taukah anda apa sebenarnya osteoporosis, bagaimana osteoporosis itu terjadi, apa gejalanya, dan bagaimana mencegah atau mengobatinya? Artikel ini akan membantu anda memahami apa itu osteoporosis dan langkah-langkah pencegahan serta pengobatannya.

Apa itu osteoporosis?
Osteoporosis berasal dari kata “osteo” yang berarti tulang, “porous” yang berarti berpori, dan “osis” yang berarti penyakit. Secara harafiah, osteoporosis berarti penyakit yang menyebabkan timbulnya pori-pori pada tulang.
Pori-pori merupakan struktur yang memang ditemukan pada tulang normal. Pada osteoporosis, pori-pori pada tulang menjadi semakin besar dan banyak, sehingga tulang menjadi keropos dan mudah patah.




Bagaimana osteoporosis terjadi?
Tulang merupakan struktur hidup yang terus berganti selama hidup, sama halnya seperti kulit ari yang terlepas dan digantikan oleh kulit baru. Tulang yang lama akan diserap dan digantikan oleh pembentukan tulang baru. Dalam keadaan normal, kecepatan penyerapan tulang sama dengan kecepatan pembentukan tulang baru, sehingga kualitas tulang tidak berubah. Oleh karena suatu hal, misalnya karena proses penuaan atau penyakit tertentu, proses penyerapan tulang terjadi lebih cepat daripada proses pembentukan tulang, maka terjadilah osteoporosis.

Apa penyebab osteoporosis?
Menurut penyebabnya osteoporosis dapat dibedakan menjadi dua, osteoporosis primer dan sekunder. Penyebab osteoporosis primer tidak jelas dengan kejadiannya seiring dengan pertambahan usia. Osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang terjadi karena suatu sebab yang sudah diketahui, misalnya pada penggunaan obat-obatan steroid.

Apa faktor risiko osteoporosis?
Faktor risiko seseorang untuk mengalami osteoporosis adalah usia tua, riwayat keluarga, riwayat patah tulang punggung sebelumnya, riwayat trauma, kelainan hormonal, perokok, peminum alkohol, gizi kurang, kurang gerak, atau pengunaan obat tertentu seperti steroid. Beberapa faktor risiko dapat dicegah, sedangkan faktor risiko seperti usia tua merupakan faktor alami yang tidak dapat berubah.

Siapa yang dapat terkena osteoporosis?
Tergantung penybabnya, osteoporosis dapat mengenai semua orang baik pria maupun wanita yang memiliki faktor risiko diatas.

Apa gejala osteoporosis?
Osteoporosis umumnya tidak menimbulkan gejala sehingga sering tidak disadari oleh penderitanya. Pasien umumnya baru datang setelah osteoporosisnya sudah parah sehingga terjadi patah tulang.  Tulang yang mengalami osteoporosis akan sangat mudah patah, walaupun hanya karena trauma ringan. Tulang yang sering patah karena osteoporosis antara lain tulang pergelangan tangan, tulang panggul, dan tulang punggung. Tulang punggung yang patah, bila tidak menimbulkan nyeri, dapat menyebabkan penurunan tinggi badan dan tubuh menjadi bongkok.


Bagaimana osteoporosis di-diagnosa?
Osteoporosis dapat diduga bila pada pasien usia tua terjadi patah tulang walaupun trauma yang terjadi hanya ringan, misalnya terpeleset saat sedang berjalan.
Untuk mengetahui osteoporosis secara dini, dapat dilakukan pengukuran densitas mineral tubuh.  Pengukuran ini sering disebut sebagai DEXA (dual energy x-ray absorptiometry). Sebenarnya, masih ada beberapa cara lain untuk mengukur densitas mineral tubuh, namun DEXA hingga saat ini masih merupakan standar pengukuran.

Bagaimana pemeriksaan DEXA dilakukan?
Pemeriksaan DEXA mirip dengan pemeriksaan ronsen biasa, dengan tingkat radiasi yang lebih rendah.

Siapa yang perlu menjalani pemeriksaan DEXA?
Semua pasien dengan faktor risiko osteoporosis disarankan untuk melakukan pemeriksaan DEXA. Kecuali pada wanita hamil, hampir tidak ada kontraindikasi untuk pemeriksaan ini.

Bagaimana mengartikan pemeriksaan DEXA?
Hasil pemeriksaan DEXA dinyatakan dalam T-score. T-score pada tulang yang normal adalah antara 1 hingga (-1). Bila T-score anda dibawah (-2,5) maka anda menderita osteoporosis. T-score antara (-1) dan (-2,5) disebut sebagai osteopenia.

Bagaimana mengobati osteoporosis?
Saat ini, terdapat beberapa obat-obatan yang dapat dipakai untuk mengobati osteoporosis. Tergantung beratnya osteoporosis anda, dokter mungkin akan memberikan obat jenis bifosfonat, kalsitonin, atau hormon kepada anda. Obat-obatan ini umum tersedia dalam bentuk obat minum dan obat infus. Beberapa obat, khususnya jenis bifosfonat, memiliki cara pakai yang cukup unik. Hubungi dokter bedah tulang anda untuk membantu anda memilih jenis obat yang cocok dan menjelaskan mengenai cara pakai obat tersebut.

Bagaimana mencegah osteoporosis?
Sama halnya dengan rambut yang beruban, osteoporosis sukar dihindari, walaupun dapat dihambat.  Anda disarankan mengkonsumsi vitamain D dan kalsium dalam jumlah yang cukup. Olah raga, terutama jenis angkat beban, dapat membantu meningkatkan massa tulang. Selain itu, faktor risiko terjadinya osteoporosis harus dihindari.

Jenis-jenis Pembedahan pada Nyeri Tulang Punggung Bawah

Pendahuluan
Walaupun hanya 5-10% pasien nyeri punggung bawah yang membutuhkan operasi, operasi tulang punggung bawah merupakan salah satu operasi yang paling sering dilakukan di bidang orthopaedi. Operasi tulang punggung sering dianggap masyarakat awam sebagai suatu operasi yang rumit, lama, mengakibatkan kehilangan darah yang banyak, dan dapat mengakibatkan kelumpuhan bahkan kematian. Padahal, operasi tulang punggung bawah relatif aman, tidak memakan waktu yang lama, kehilangan darah yang minimal, serta jarang menimbulkan kecacatan atau kematian. Oleh karena itu, sebagai tenaga medis, diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai jenis-jenis pembedahan tulang punggung bawah sehingga dapat memberikan penjelasan yang baik dan benar kepada pasien yang membutuhkan operasi. Makalah ini akan membahas jenis-jenis operasi tulang punggung bawah ditinjau dari ekstensi, durasi, keuntungan dan risiko operasi, serta waktu pemulihan pasca operasi.

Jenis pembedahan tulang punggung bawah
Operasi tulang punggung bawah umumnya berupa tidakan dekompresi, stabilisasi, fusi, atau kombinasi dari tindakan-tindakan tersebut.

Dekompresi
Tindakan dekompresi diindikasikan pada keadaan kompresi saraf yang oleh orang awam sering disebut sebagai saraf terjepit. Sesuai dengan penyebab jepitan, tindakan dekompresi dapat berupa diskektomi (membuang dikus), flavektomi, (membuang ligamentum flavum), laminotomi atau laminektomi (membuang sebagian atau seluruh lamina), foraminotomi (membebaskan foramen saraf), dan facetektomi (membuang sendi facet). Seringkali, tindakan dekompresi membutuhkan kombinasi tindakan-tindakan di atas. Hal itu disebabkan karena kompresi seringkali terjadi akibat kombinasi berbagai elemen seperti diskus, ligamentum flavum, dan hipertorfi facet. Selain itu, kombinasi tindakan terkadang diperlukan untuk mencapai elemen yang menyebabkan kompresi, misalnya pada tindakan diskektomi, terkadang diperlukan laminotomi dan flavektomi sebelum diskus dapat dicapai. Oleh karena itu, istilah diskektomi meluas mencakup tindakan-tindakan tersebut.
Operasi diskektomi diindikasikan pada keadaan dimana kompresi saraf terjadi karena gangguan di diskus, baik karena herniasi nukleus pulposus maupun pada keadaan degenerasi diskus. Tindakan diskektomi dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari diskektomi terbuka yang sederhana, hingga ke teknik endoscopik yang memerlukan alat khusus. Berdasarkan ekstensi operasi, diskektomi dapat berupa diskektomi terbuka, mikrodiskektomi, mikro endoskopik diskektomi (MED), atau posterior endoscopic lumbar diskektomi.

Diskektomi terbuka
Disketomi terbuka membutuhkan sayatan dan pajanan yang cukup luas, sehingga memungkinkan dokter bedah melihat dengan jelas keadaan diskus. Durasi operasi untuk tindakan ini sekitar 2 hingga 3 jam. Keuntungan dari operasi jenis ini adalah operasi dapat dilakukan dengan fasilitas yang sederhana. Dibandingkan diskektomi lain, diskektomi terbuka merupakan diskektomi dengan ekstensi yang terluas sehingga walaupun kehilangan darah jarang bermakna (sekitar 100-200 cc). Oleh karena ekstensi operasi yang lebih luas,  waktu pemulihan relatif lebih lama dibandingkan jenis diskektomi lainnya. Nyeri pasca operasi juga lebih signifikan terjadi pada teknik diskektomi ini. Oleh karena itu, teknik ini mulai ditinggalkan pada center-center yang memiliki alat yang lebih lengkap.

Mikrodiskektomi
Sesuai dengan namanya, diskektomi ini membutuhkan mikroskop operasi. Dengan adanya mikroskop operasi, sayatan dan pajanan yang diperlukan menjadi lebih sedikit dibandingkan diskektomi terbuka. Selain itu, penggunaan mikroskop memungkinkan dokter bedah untuk melihat secara lebih detail struktur-struktur tulang dan saraf sehingga dilaporkan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan diskektomi terbuka. Akan tetapi, operasi ini hanya dapat dilakukan di rumah sakit yang memiliki mikroskop operasi yang harganya cukup mahal. Selain itu, dokter bedah yang melakukan operasi ini membutuhkan pelatihan khusus untuk menggunakan mikroskop. Kehilangan darah pada operasi sedikit lebih sedikit dibandingkan diskektomi terbuka. Pemulihan pascaoperasi juga sedikit lebih singkat dibandingkan diskektomi terbuka.

Mikro Endoscopic Discektomi  (MED)
Pada MED, diskektomi dilakukan dengan bantuan endoskopi. Luka operasi pada diskektomi ini sangatlah kecil (1-2 cm). Oleh karena ekstensi operasi yang sempit, kehilangan darah pada operasi ini sangat sedikit dan pemulihan pasca operasi sangatlah cepat (1-2 hari).  Kerugian dari tindakan ini adalah membutuhkan alat endoskopi yang harganya sangat mahal. Selain itu, dibutuhkan pelatihan dan jam terbang yang cukup tinggi bagi seorang dokter bedah untuk dapat melakukan operasi ini. Di tangan ahlinya, durasi operasi hanya 30-45 menit.

Percutaneous Endoscopic Lumbar Discectomy (PELD)
Sama halnya dengan MED, diskektomi PELD dilakukan dengan bantuan endoskopi. Luka operasi pada diskektomi ini sangatlah kecil (0,7 cm). Oleh karena ekstensi operasi yang sempit, kehilangan darah pada operasi ini sangat sedikit dan pemulihan pasca operasi sangatlah cepat. Pada kasus tertentu, operasi dapat dilakukan tanpa pembiusan umum.  Kerugian dari tindakan ini adalah membutuhkan alat endoskopi yang harganya sangat mahal. Selain itu, dibutuhkan pelatihan dan jam terbang yang cukup tinggi bagi seorang dokter bedah untuk dapat melakukan operasi ini. Di tangan ahlinya, durasi operasi hanya 45 menit. Pasien umumnya diperbolehkan pulang pada hari yang sama setelah operasi.

Stabilisasi
Stabilisasi diindikasikan pada keadaan spinal instability. Berdasarkan pendekatannya, stabilisasi dapat dilakukan dari anterior atau dari posterior. Pada pendekatan anterior, stabilisasi dilakukan pada corpus vertebra sedangkan pada pendekatan posterior, stabilisasi dilakukan pada pedicle. Dewasa ini, stabilisasi yang dilakukan umumnya berupa stabilisasi posterior dengan menggunakan konstruksi pedicle screws  dan  rods . Hal ini disebabkan karena stabilisasi posterior relatif aman dan mudah. Selain itu, pedikel merupakan bagian vertebra yang terkuat.
Berdasarkan ekstensi operasi, stabilsasi dapat dilakukan secara terbuka atau dengan teknik minimal invasif.

Stabilisasi terbuka
Stabilisasi terbuka memerlukan insisi dan pajanan operasi yang lebih luas. Untuk stabilisasi 1 level, biasanya dibutuhkan pajanan operasi 2 corpus vertebera. Lama operasi tindakan stabilisasi terbuka sekitar 2 jam.

Stabilisasi dengan teknik minimal invasif
Hal yang terpenting dari teknik ini adalah cidera jaringan lunak yang jauh lebih kecil dibanndingkan dengan stabilisasi terbuka sehingga memungkinkan penyembuhan yang lebih cepat. Walaupun terdapat beberapa luka sayatan, luka sayatan ini umumnya sangat kecil (di bawah 1 cm), sehingga kehilangan darah sangat minimal dan penyembuhan pasca operasi berjalan lebih cepat. Umumnya pasien dapat keluar dari rumah sakit dalam waktu dua hari. Kekurangan dari teknik ini adalah paparan radiasi terhadap pasien pada saat melakukan foto c-arm. Di tangan yang ahli, pajanan radiasi ini sangat minimal dan operasi hanya memakan waktu kurang dari 1 jam.

Fusi
Tujuan dari fusi lumbal adalah untuk menghentikan nyeri pada segmen yang mobile. Operasi fusi melibatkan penggunaan tandur tulang yang dapat diperoleh dari krista ilia, fibula, atau costae. Sebagai alternativf, dapat digunakan cage yang terbuat dari titanium yang diisi dengan tandur tulang sintetik seperti hidroksi apatit dan demineralized bone matrix.
Fusi dapat dilakukan antar corpus vertebra yang dikenal sebagai interbody fusion atau anterior fusion, terhadap lamina tulang (posterior fusion), terhadap prosesus transversus (posterolateral fusion), atau kombinasi fusi-fusi tersebut.
Beberapa istilah sering dipakai untuk menggambarkan tindakan fusi. Istilah-istilah seperti ALIF (anterior lumbar interbody fusion), OLIF (oblique lumbar interbody fusion), PLIF (posterior lumbar interbody fusion), XLIF (Axial lumbar interbody fusion), TLIF (transforaminal lumbar interbody fusion), far lateral interbody fusion semuanya mengacu pada fusi anterior/ interbody fusion. Variasi istilah tersebut digunakan untuk membedakan pendekatan/approach yang dilakukan dokter bedah untuk melakukan fusi anterior. Pada PLIF dan TLIF, pendekatan dilakukan dari posterior, sedangkan pada anterior lumbar interbody fusion, insisi dilakukan dari depan. Pada oblique lumbar interbody fusion, pendekatan dilakukan dari samping depan.

Operasi lainnya
Selain operasi-operasi rutin di atas, terdapat beberapa macam jenis operasi lain, misalnya lumbar disc replacement dan pemasangan interspinosus device.
Pada operasi lumbar disc replacement, diskus yang mengalami kelainan akan diganti dengan diskus sintetik yang terbuat dari logam. Operasi jenis ini kurang popular di Indonesia dan Amerika, tetapi sangat popular di Eropa. Keuntungan dari operasi ini adalah tidak diperlukan fusi sehingga pasien dapat mempetahankan mobilitasnya.
Pemasangan interspinous device diindikasikan pada keadaan foraminal stenosis. Interspinous device yang terbuat dari logam atau silicon ini akan menimbulkan distraksi antara dua korpus vertebra sehingga foramen yang tadinya sempit akan melebar. Keuntungan dari operasi ini adalah tidak diperlukan fusi sehingga pasien dapat mempertahankan mobilitasnya. Akan tetapi beberapa jurnal terbaru melaporkan bahwa setelah sekian waktu, pemakaian interspinous device akan menyebabkan terjadinya fusi posterior secara spontan akibat reaksi tubuh terhadap benda asing.

Simpulan
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, jenis operasi tulang punggung telah berkembang. Operasi tulang punggung tidak lagi menjadi operasi yang menakutkan. Operasi tulang punggung bawah relatif aman, dan dapat dilakukan teknik minimal invasive dengan luka operasi yang sangat kecil.